New Post
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Melejitkan Kecerdasan Emosional Anak
Cerita Emosional
Suatu ketika saya dibuat bingung oleh si bungsu yang tetiba raut wajahnya terlihat sedih dan berusaha menahan air mata saat menonton suatu tayangan. Langsung saja kuraih dan kugendong dia, sambil dielus-elus punggungnya. Air mata tak terbendung lagi, hingga menangis sesenggukan. Ku tunggu hingga isak tangisnya mereda, kemudian kuberi separuh gelas air putih untuk melonggarkan kerongkongannya yang mungkin merasa tercekat karena tangisan. Saat terlihat sudah tenang, barulah kucoba selidiki:
"Dedek... kenapa kok menangis, nak?" tanya Bunda
"Dedek sedih...Dedek ingat Boy yang hilang, Bun" ungkapnya.
Boy adalah seekor kucing. Sebenarnya bukan kucing peliharaan kami, dia kucing liar yang datang dan pergi sesuka hati. namun karena tiap hari kami beri makanan dari sisa konsumsi kami berupa tulang dan kepala ikan/ ayam. Akhirnya Boy sering datang ke rumah kami, untuk makan, tidur atau sekadar bermain di teras rumah.
Sepintas kulihat TV terpampang tayangan tentang seekor anjing
"Dedek merindukannya?" tebak Bunda
Dedek hanya mengangguk-angguk di gendonganku
"Kenapa dedek tiba-tiba ingat sama Boy?" selidik Bunda karena sudah sebulan lebih Boy tidak datang, dan tak lagi dicari oleh anak-anak.
"Dedek kasihan liat anjing itu di TV, mencari tuannya" jelas balitaku yang berusia 3 tahunan.
"Ohh...dedek jadi kasihan sama Boy juga ya?"
"Iyaa bun....pasti Boy juga bingung cari rumah kita" Dedek menduga kucing tersebut tidak pernah datang lagi ke rumah karena tersesat atau mainnnya terlalu jauh.
"Mungkin yaa dek... Boy itu kucing yang udah besar kok, jadi dia tau caranya cari makan sendiri, pulang ke rumahnya sendiri" Jelas Bunda
"Tapi kenapa dia tidak pulang lagi ke rumah dedek?" tak hentinya dedek penasaran.
"Mungkin Boy mainnya jauh-jauh dan punya rumah baru, dek...kucing senang kok main dan jalan-jalan jauh" jawab Bunda coba menenangkannya lagi.
Dedek masih terlihat sedih, menopang dagu di pundak Bunda.
"Kalo ada kucing lain yang datang kita kasih makan yaa, biar dia senang main ke rumah dedek dan main bareng dedek, oke?!"
Dedek hanya mengangguk-angguk dengan raut wajah yang masih sedih. Tak putus ku elus-elus punggung dan memeluknya.
Ekspresi Emosi
Emosi merupakan bentuk komunikasi anak dengan orang lain. Ekspresi emosi yang ditampilkan anak, memperlihatkan kebutuhannya, keinginannya, harapannya dan perasaannya kepada orang lain, khususnya kepada orang tua.
Perilaku emosi anak dipengaruhi oleh penilaian lingkungan sosial mengenai dirinya dan penilaian diri anak terhadapa dirinya sendiri. Masih banyak orang tua yang mengaitkan perasaan tidak menyenangkan (marah, sedih, sensitif, iri, kesal) dengan watak anak yang buruk. Si adik yang mudah trenyuh dan menangis saat situasi haru, dilabeli cengeng. Atau si kakak yang suka isengin dan godain si adik, hingga adiknya jengkel disebut anak nakal. Hal ini tentu mempengaruhi konsep diri anak. Anak akan cenderung bertindak sesuai label yang disematkan pada dirinya.
Emosi biasanya dikaitkan dengan perasaan marah. Padahal bukan hanya itu, emosi merupakan perasaan seseorang yang ditujukan kepada orang lain atau sesuatu. Emosi bisa perasaan yang menyenangkan, bisa juga yang tidak menyenangkan. Seyogyanya orang tua menerima emosi tidak menyenangkan anak seperti halnya menerima emosi yang menyenangkan (bangga, bahagia, riang). Anak akan merasa diterima saat orang tua mau menerima emosinya, menghargai kondisinya dan memberikan respon yang tepat. Pada saat kita berusaha untuk menerima emosinya, mungkin tak lama anak belajar menenangkan perasaannya. Kemudian dia akan mampu berpikir untuk mengenali perasaannya, mengaturnya dan berusaha menyelesaikannya.
Kenali dan Terima Emosi
Bantu anak mengenali dan memahami apa yang sedang dia rasakan. Latih dia untuk mengatur/mengelola perasaannya, mengekspresikannya dengan tepat dan menyelesaikan sendiri masalahnya. Kunci sukses untuk bisa melatih anak supaya mampu mengekspresikan. mengkomunikasikan perasaan/emosinya dengan tepat adalah mendengarkan anak. Belajar berempati mendengarkan anak. Terlihat mudah, mendengarkan. Namun pada kenyataanya banyak orang tua yang justru over reaktif merespon emosi anak, terutama saat anak mengekspresikan emosi tidak menyenangkan (marah, menangis, kesal). Alih-alih mendengarkan, orang tua justru ikutan emosi.
Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan orang tua agar mampu menjadi pendengar yang berempati terhadap anak-anak, yakni:
- Menggunakan panca indera kita untuk mengenali dan mengamati petunjuk serta isyarat fisik dari emosi anak (lihat raut muka, suaranya, desahan nafasnya, gerak tubuhnya)
- Menggunakan imajinasi kita melihat situasi dari sudut pandang anak (bayangkan kita berada di posisi anak)
- Menggunakan kata/ungkapan yang tepat untuk melabeli perasaan anak/memberi nama emosi (contoh: Kakak kesal yaa harus remedi ulangan lagi?)
- Menggunakan hati untuk merasakan apa yang sedang dirasakan oleh anak.
Melejitkan Kecerdasan Emosional Anak |
Melejitkan Kecerdasan Emosional Anak
Pengulangan respon emosi anak yang terus berproses ini akan menjadi kebiasaan dan bisa menetap menjadi karakternya. Kemampuan mengelola emosi setiap anak tentu berbeda-beda. Tergantung dengan usia, pola asuh, bakat dan kondisi/situasi lingkungan. Karena itu pengelolaan emosi anak harus terus dilatih. Untuk melejitkan kecerdasan emosional anak.
Bersama dengan kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional anak berperan besar menentukan kesuksesan anak kelak. Kecerdasan emosional membuat anak mampu memahami kondisi dan perasaan dirinya sehingga bisa mengambil tindakan positif sebagai respon tersebut. Serta mampu merasakan perasaan orang lain (berempati) dan bisa meresponnya dengan tepat. Anak yang sulit diatur kebanyakan karena pengendalian dirinya lemah sebab kecerdasan emosionalnya tidak diasah.
Anak yang cerdas secara emosional anak mampu mengendalikan diri. mengatur diri, mengarahkan diri pada tujuan hidupnya. Sebuah modal besar menuju kesuksesannya. Kesuksesan seseorang ditentukan oleh 80% kecerdasan emosional, sosial dan spiritual, sedang kecerdasan intelektual porsinya 20% saja (Golemen, 1995).
Berbagai aktivitas keseharian dan interaksi dengan orang tua dan lingkungan sekitar pastinya akan memunculkan beragam emosi pada anak. Pada masa inilah, kita asah kecerdasan emosionalnya dengan cara-cara yang tepat, seperti uraian diatas. Bukan hanya mengutamakan pembelajaran akademis, dengan menyuruh anak les ini itu, berharap anak dapat nilai akademis yang bagus, juara kelas dan berprestasi. Hendaknya orang tua juga banyak menstimulasi kecerdasan emosionalnya dengan sering bermain bersama anak, mengobrol, membersamai anak saat bermain bersama temannya, bersama anak mengeksplorasi lingkungan dan lain sebagainya.
Baca juga:
Konferensi Ibu Pembaharu |
Konferensi Ibu Pembaharu
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Postingan Populer
Merayakan Kemajuan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Yoga bersama Laskar Pencerah: Membuat Cakrawala Masa Depan Remaja Desa Tosari Lebih Cerah dan Luas
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung. Semoga bermanfaat, setidaknya membuat readers tersenyum :)
Ditunggu feedbacknya di kolom komentar tapi jangan tinggalkan link hidup yaa!